Jumat, 31 Mei 2013

Sejarah Hadhroh



Sejarah Hadhroh

Hadhroh pertama kali di perkenalkan oleh seorang tokoh tasawuf yang sampai sekarang karya – karyanya masih di perbincangkan oleh pakar – pakar serta sarjana – sarjana di dunia timur maupun barat, beliau adalah Jalaluddin Rumi Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunuwi. Adapun panggilan Rumi karena sebagian besar hidupnya dihabiskan di Konya (kini Turki), yang dahulu dikenal sebagai daerah Rum (Roma)
Lahir di Balkh, Afghanistan pada 604 H atau 30 September 1207, Fariduddin Attar, seorang tokoh sufi, ketika berjumpa dengan Rumi yang baru berusia 5 tahun pernah meramalkan bahwa si kecil itu kelak akan menjadi tokoh spiritual besar. Sejarah kemudian mencatat, ramalan Fariduddin itu tidak meleset. Ayahnya, Bahauddin Walad Muhammad bin Husein, adalah seorang ulama besar bermadzhab Hanafi. Dan karena kharisma dan tingginya penguasaan ilmu agamanya, ia digelari Sulthanul Ulama (raja ulama).
Namun rupanya gelar itu menimbulkan rasa iri pada sebagian ulama lain. Dan merekapun melancarkan fitnah dan mengadukan Bahauddin ke penguasa. Celakanya sang penguasa terpengaruh hingga Bahauddin harus meninggalkan Balkh, termasuk keluarganya. Ketika itu Rumi baru beruisa lima tahun.Sejak itu Bahauddin bersama keluarganya hidup berpindah- pindah dari suatu negara ke negara lain. Mereka pernah tinggal di Sinabur (Iran timur laut). Dari Sinabur pindah ke Baghdad, Makkah, Malattya (Turki), Laranda (Iran tenggara) dan terakhir menetap di Konya, Turki. Raja Konya Alauddin Kaiqubad, mengangkat ayah Rumi sebagai penasihatnya, dan juga mengangkatnya sebagai pimpinan sebuah perguruan agama yang didirikan di ibukota tersebut.
Di kota ini pula ayah Rumi wafat ketika Rumi berusia 24 tahun. Di samping kepada ayahnya, Rumi juga berguru kepada Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmudzi, sahabat dan pengganti ayahnya memimpin perguruan. Rumi juga menimba ilmu di Syam (Suriah) atas saran gurunya itu. Ia baru kembali ke Konya pada 634 H, dan ikut mengajar pada perguruan tersebut. Setelah Burhanuddin wafat, Rumi menggantikannya sebagai guru di Konya. Dengan pengetahuan agamanya yang luas, di samping sebagai guru, ia juga menjadi da’i dan ahli hukum Islam. Ketika itu di Konya banyak tokoh ulama berkumpul. Tak heran jika Konya kemudian menjadi pusat ilmu dan tempat berkumpul para ulama dari berbagai penjuru dunia. Kesufian dan kepenyairan Rumi dimulai ketika ia sudah berumur cukup tua, 48 tahun.
Sebelumnya, Rumi adalah seorang ulama yang memimpin sebuah madrasah yang mempunyai murid sebanyak 4.000 orang. Sebagaimana layaknya seorang ulama, ia juga memberi fatwa dan menjadi tumpuan ummat untuk bertanya dan mengadu. Kehidupannya itu berubah seratus delapan puluh derajat ketika ia berjumpa dengan seorang sufi pengelana, Syamsuddin/Syamsi Tabriz. Suatu saat, seperti biasanya Rumi mengajar di hadapan khalayak dan banyak yang menanyakan sesuatu kepadanya. Tiba- tiba seorang lelaki asing—yakni Syamsi Tabriz—ikut bertanya, “Apa yang dimaksud dengan riyadhah dan ilmu?” Mendengar pertanyaan seperti itu Rumi terkesima. Kiranya pertanyaan itu jitu dan tepat pada sasarannya. Ia tidak mampu menjawab.
Berikutnya, Rumi berkenalan dengan Tabriz. Setelah bergaul beberapa saat, ia mulai kagum kepada Tabriz yang ternyata seorang sufi. Ia berbincang-bincang dan berdebat tentang berbagai hal dengan Tabriz. Mereka betah tinggal di dalam kamar hingga berhari-hari. Sultan walad, putera Rumi, mengomentari perilaku ayahnya itu, “Sesungguhnya, seorang guru besar tiba-tiba menjadi seorang murid kecil. Setiap hari sang guru besar harus menimba ilmu darinya, meski sebenarnya beliau cukup alim dan zuhud. Tetapi itulah kenyataannya.
Dalam diri Tabriz, guru besar itu melihat kandungan ilmu yang tiada taranya. ”Rumi benar-benar tunduk kepada guru barunya itu. Di matanya, Tabriz benar-benar sempurna. Cuma celakanya, Rumi kemudian lalai dengan tugas mengajarnya. Akibatnya banyak muridnya yang protes. Mereka menuduh orang asing itulah biang keladinya. Karena takut terjadi fitnah dan takut atas keselamatan dirinya, Tabriz lantas secara diam-diam meninggalkan Konya. Bak remaja ditinggalkan kekasihnya, saking cintanya kepada gurunya itu, kepergian Tabriz itu menjadikan Rumi dirundung duka. Rumi benar-benar berduka. Ia hanya mengurung diri di dalam rumah dan juga tidak bersedia mengajar. Tabriz yang mendengar kabar ini, lantas berkirim surat dan menegur Rumi.
Karena merasakan menemukan gurunya kembali, gairah Rumi bangkit kembali. Dan ia mulai mengajar lagi. Beberapa saat kemudian ia mengutus putranya, Sultan walad untuk mencari Tabriz di Damaskus. Lewat putranya tadi, Rumi ingin menyampaikan penyesalan dan permintaan maaf atas tindakan murid-muridnya itu dan menjamin keselamatan gurunya bila berkenan kembali ke Konya. Demi mengabulkan permintaan Rumi itu, Tabriz kembali ke Konya. Dan mulailah Rumi berasyik-asyik kembali dengan Tabriz. Lambat-laun rupanya para muridnya merasakan diabaikan kembali, dan mereka mulai menampakkan perasaan tidak senang kepada Tabriz. Lagi-lagi sufi pengelana itu, secara diam-diam meninggalkan Rumi, lantaran takut terjadi fitnah. Kendati Rumi ikut mencari hingga ke Damaskus, Tabriz tidak kembali lagi. Rumi telah menjadi sufi, berkat pergaulannya dengan Tabriz. Kesedihannya berpisah dan kerinduannya untuk berjumpa lagi dengan gurunya itu telah ikut berperan mengembangkan emosinya, sehingga ia menjadi penyair yang sulit ditandingi.
Guna mengenang dan menyanjung gurunya itu, ia tulis syair- syair, yang himpunannya kemudian dikenal dengan nama Divan-i Syams-i Tabriz. Ia bukukan pula wejangan-wejangan gurunya, dan buku itu dikenal dengan nama Maqalat-i Syams Tabriz. Rumi kemudian mendapat sahabat dan sumber inspirasi baru, Syekh Hisamuddin Hasan bin Muhammad. Atas dorongan sahabatnya itu, ia berhasil selama 15 tahun terakhir masa hidupnya menghasilkan himpunan syair yang besar dan mengagumkan yang diberi nama Masnavi-i. Buku ini terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700 bait syair. Dalam karyanya ini, terlihat ajaran-ajaran tasawuf yang mendalam, yang disampaikan dalam bentuk apologi, fabel, legenda, anekdot, dan lain-lain. Karya tulisnya yang lain adalah Ruba’iyyat (sajak empat baris dalam jumlah 1600 bait), Fiihi Maa fiihi (dalam bentuk prosa; merupakan himpunan ceramahnya tentang tasawuf), dan Maktubat (himpunan surat-suratnya kepada sahabat atau pengikutnya).
Bersama Syekh Hisamuddin pula, Rumi mengembangkan tarekat Maulawiyah atau Jalaliyah. Tarekat ini di Barat dikenal dengan nama The Whirling Dervishes (Para Darwisy yang Berputar-putar). Nama itu muncul karena para penganut tarekat ini melakukan tarian berputar-putar, yang diiringi oleh gendang dan suling, dalam dzikir mereka untuk mencapai ekstase. WAFAT. Semua manusia tentu akan kembali kepada-Nya. Demikianlah yang terjadi pada Rumi. Penduduk Konya tiba-tiba dilanda kecemasan, gara-gara mendengar kabar bahwa tokoh panutan mereka, Rumi, sakit keras. Meski menderita sakit keras, pikiran Rumi masih menampakkan kejernihannya.Seorang sahabatnya datang menjenguk dan mendo’akan, “Semoga Allah berkenan memberi ketenangan kepadamu dengan kesembuhan.” Rumi sempat menyahut, “Jika engkau beriman dan bersikap manis, kematian itu akan bermakna baik. Tapi kematian ada juga kafir dan pahit.”Pada 5 Jumadil Akhir 672 H dalam usia 68 tahun Rumi dipanggil ke rahmatullah. Tatkala jenazahnya hendak diberangkatkan, penduduk setempat berdesak-desak ingin menyaksikan. Begitulah kepergian beliau.

Pengijazahan Kitab-Kitab Majelis

Buku/Kitab Majelis yang di ijazahkan/ diterbitkan :

1. RISALATUSY-SYIFA ( Amaliyah untuk Pengobatan dan kesembuhan dari Segala Penyakit )
Risalah ini memuat beberapa Ijazah Amaliyah untuk pertolongan / penyembuhan beberapa penyakit. Risalah ini memuat beberapa Amaliyah singkat, sederhana tapi mempunyai rahasia / asror yang luar biasa untuk terapy kesembuhan dari berbagai penyakit. sederhana dan ringkas. Terdiri dari 45 fasal.

2. RISALAH SURATUL YAASIN AD-DAFI’AH WAL QADHIAH ( Menutup Pintu Kesulitan Membuka Gerbang Kemuliyaan )
Risalah ini memuat beberapa Ijazah Thoriqoh membaca Surah Yasin untuk mendapatkan hajat atau menolak keburukan.

3. RISALATUL SURATUL WAQIAH FII THORIQOTUL AGHNIYA MIN-AN NABI SAW WA AULIA ILLAHI TA’ALA ( Pembuka Pintu Kekayaan )
Risalah ini memuat beberapa Ijazah Thoriqoh membaca Surah Al-Waqiah untuk memudahkan segala urusan baik itu kesulitan ekonomi atau karena penyakit. 

4. RISALATUL BAHRAIN ( Risalah Dua Lautan ) Mengungkap rahasia amaliah dengan Hizib Bahr beserta kuncinya dan Hizib Nashr. Kedua hizib tersebut merupakan karangan Syeikh Abu Hasan Asy Syadzili.

5. PERMATA AULIA, Buku ini merupakan ikhtisar dari Kitab Jawahirul Khomsyi, Jawahirul Lamaah, Al Gunyah dan Khozinatul Asroor. Membabar tentang kumpulan amaliah sholat-sholat sunnah dan do'a-doa' mustajab dan do'a-do'a khos. Di dalam kitab ini diterangkan tentang sholat-sholat sunnah yang dilaksanakan dari sebelum sholat subuh beserta do'anya dan sholat-sholat sunnah lainnya sebelum dan sesudah sholat fardhu. sholat sunnah tanwirul qolby dan sholat sunnah lainnya, dzikir aurod mingguan, doa khunuzul khomsyah, Asmaul Jabarutiyah, Hizib Al Fatehah (Do'a Al Fatehah), Sholawat Imam Bukhori, Ismul 'Adzhom, Asror Asmaul Husna dan masih banyak lagi yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu

6. MAJMU' RATIIB ( Kumpulan Ratib Muktabaroh ).Buku ini berisi tentang bermacam ratib yang mu'tabaroh, diantaranya Ratib Al Atthas, Ratib Al Haddad, Ratib Habib Abdullah Bin Hussein Bilfaqih, Ratib Al Muhdhor, Ratib Habib Ali Bin Hasan Al Atthas, Ratib Habib Thaha Bin Hasan Bin Yahya, dan do'a-do'a lainnya

7. SA’ADATUD DARAIN FIS-SHALATI ‘ALA SAYYIDIL KAUNAINI , karya As-Syaikh Yusuf Bin Ismail An-Nabhani. ( Terjemahan Fasal ke 8 )
Penterjemah kitab ini adalah guru kami Yang Mulia Al-Habib Muhammad bin Ali Syahab, kami sudah mendapat ijin dan ijazah dari guru kami untuk mengcopy, sekaligus bagi yang berminat untuk mengcopy dan mempelajari kitab tersebut. 

8. MUKHTASHORUL AHZAB Juz 1 dan 2 ( Ringkasan Hizib ) Kitab Kumpulan Hizib. Terdapat 2 juz, juz 1 teks arab pagon dan juz 2 bahasa indonesia. kedua kitab ini memuat berbagai macam hizib seperti hizib yamani, hizib bukhori, hizib Nabi Musa, Hizib andarun dan masih banyak lagi hizib-hizib yang terkandung di kedua kitab ini 

9. GUDANG HARTA, buku ini adalah karya dari guru kami Habib Muhammad Bin Ali Syahab dan kami sudah mendapat ijin dari beliau untuk mengcopy dan ada ijazah juga dari beliau tertulis di halaman depan buku. Buku ini memuat berbagai amaliah untuk kelancaran rizqi, hajat dsb.Terdapat 5 fasal dalam buku ini.

10. TERJEMAH AS SIRRUL JALIIL, kitab ini adalah karangan Syeikh Abul Hasan Asy Syadzili yang membabar Fadhilah dan keutamaan ayat Hasbunallah Wa Ni’mal Wakiil. Diantara fadhilah-fadhilah yang tertera dlm buku ini adalah untuk kelancaran rizqi, sholat-sholat saif (menghancurkan orang dholim), mahabbah dan masih banyak fadhilah-fadhilah lain yang disebutkan didalam buku. Kurang lebih terdapat 70 amaliah dlm buku ini
Untuk Info Pemesanan silahkan hubungi :

Al Ayyubi Media Hp. 087876330146 email allayyubi1978@yahoo.com.sg





Kamis, 30 Mei 2013

Kelebihan Ratib Uraian Ratib Al-Habib Umar Bin Abdurrahman Al Athas



 

                                             
 Makna Ratib

Perkataan Ratib mempunyai banyak arti. Ratib yang dimaksudkan di sini berasal dari perkataan  (rattaba) berarti mengaturkan atau menyusun. Ratib adalah sesuatu yang tersusun, teratur dengan rapinya. Sholat sunnah Rawatib adalah antara sholat-sholat  sunnah yang diamalkan pada waktu-waktu yang tertentu oleh Nabi s.a.w. Ratib al-Attas mengandung zikir, ayat-ayat al-Quran dan doa-doa yang telah disusun oleh al-Habib Umar bin Abdul Rahman al-Attas yang juga dibaca pada waktu-waktu yang tertentu.
Istilah Ratib biasanya digunakan di negeri Hadhramaut dalam menyebut zikir-zikir yang biasanya pendek dengan bilangan jumlah zikir yang sedikit (seperti 3, 7, 10, 11 dan 40 kali), mudah diamalkan dan dibaca pada waktu-waktu yang tertentu yaitu sekali pada waktu pagi dan sekali pada waktu malam. Ada beberapa macam ratib, diantaranya: Ratib al-Haddad, Ratib al-Aidrus, Ratib al-Muhdhor dan lain-lain.

Keutamaan Ratib

Berkata beberapa ulama ahli salaf, diantara keutamaan ratib ini bagi mereka yang istiqomah mengamalkannya, adalah dipanjangkan umur, mendapat Husnul-Khatimah, menjaga segala kepunyaannya di laut dan di bumi dan senantiasa berada dalam perlindungan Allah.

Bagi mereka yang mempunyai hajat yang tertentu, membaca ratib pada suatu tempat yang kosong dengan berwudhu, mengadap kiblat dan berniat apa hajatnya, Insya-Allah dikabulkankan Allah. Para salaf berkata cara ini amat mujarrab dalam menyampaikan segala permintaan jika dibacanya sebanyak 41 kali.

Dintara kelebihan ratib ini adalah, dapat menjaga rumah si pengamal dan 40 rumah-rumah tetangganya dari kebakaran, kecurian dan terkena sihir. As-Syeikh Ali Baras berkata: "Apabila dibaca dalam suatu kampung atau suatu tempat, ia mengamankan ahlinya seperti dijaga oleh 70 pahlawan yang bekuda. Ratib ini mengandung rahasia-rahasia yang bermanfaat. Mereka yang tetap mengamalkannya akan diampuni oleh Allah dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di laut."

Bagi mereka yang terkena sihir dan membaca ratib, Insya-Allah diselamatkan Allah dengan berkat Asma' Allah, ayat-ayat al-Quran dan amalan Nabi Muhammad s.a.w.

Al-Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad bin Muchsin bin Husein al-Attas berkata: "Mereka yang mengamalkan ratib dan digigit ular niscaya tidak akan terjadi apa-apa pada dirinya. Bagi orang yang takut niscaya akan selamat dari segala yang ditakuti. Pernah ada seorang yang diserang oleh 15 orang pencuri dan dia selamat."

Pernah datang satu kelompok mengadukan akan hal mereka yang dikelilingi musuh. Al-Habib Husein menyuruh mereka membaca ratib dan beliau jamin Insya-Allah mereka akan selamat.

Ada sebuah kampung yang cukup yakin dengan Habib Umar al-Attas dan selalu membaca ratibnya. Kecil, besar, tua dan muda setiap malam mereka membaca ratib beramai-ramai dengan suara yang kuat. Kebetulan kampung itu mempunyai musuh yang hendak menyerang mereka. Kumpulan musuh ini mengutus seseorang mata-mata untuk mencari kelemahan mereka supaya dapat diserang. Kebetulan pada waktu si pengintip datang dengan sembunyi-sembunyi mereka sedang membaca ratib dan sampai kepada zikir:

Artinya: Dengan nama Allah, kami beriman kepada Allah dan barang siapa yang beriman kepada Allah tiada takut baginya!

Mendengar tiada takut baginya, dan diulangi sampai tiga kali, si pengintip terus menjadi takut dan kembali lalu menceritakan kepada orang-orangnya apa yang dia dengar dan mereka tidak jadi menyerang. Maka selamatlah kampung itu.

Sejarah Ratib

Ratib ini dikarang oleh al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas dan sekarang telah berusia kira-kira 400 tahun. Ratib ini sehingga kini banyak dibaca di negara-negara seperti di Afrika termasuk Darussalam, Mombassa dan Afrika Selatan. Juga di England, Burma (Myanmar), India dan negara-negara Arab. Di Afrika ia disebarkan oleh murid-murid al-Habib Ahmad bin Hasan seperti al-Habib Ahmad Masyhur al-Haddad dan lain-lain. Di India, Kemboja dan Burma oleh al-Habib Abdullah bin Alawi al-Attas. Sehingga sekarang kumpulan-kumpulan ratib al-Habib Umar atau Zawiyah masih diamalkan di Rangoon dan di beberapa daerah di Burma. Tetapi mereka lebih terkenal di sana dengan Tariqah al-Attasiyah.

Ratib ini telah lama sampai di Malaya, Singapura, Brunei dan Indonesia. Antara keterangan ratib ini yang diterbitkan dalam bahasa Melayu di Singapura adalah sebuah kitab kecil yang bernama Fathu Rabbin-Nas yang dikarang oleh al-Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad bin Muchsin bin Husein al-Attas. Tarikh ini selesai dikarangan pada pagi Jumaat 20 Jumadil Awal 1342 (20 Desember 1923).

Pada tahun 1939, al-Habib Muhammad bin Salim al-Attas telah menerbitkan sebuah kitab yang bernama Miftahul Imdad yang dicetak di Matbaah al-Huda di Pulau Pinang. Di dalam kitab ini tidak hanya mengandung wirid-wirid datuk beliau al-Habib Ahmad bin Hasan al-Attas tetapi terdapat juga ratib al-habib Umar bin Abdurrahman al-Attas di dalamnya.

Waktu membaca Ratib al-Attas

Disebutkan di dalam kitab al-Qirtas: "Telah menjadi tradisi bagi para sesepuh kami, khususnya tradisi dari al-Habib Husein bin Umar membaca Ratib al-Attas adalah setelah sholat Isya'. Kebiasaan itu dilakukan oleh Habib Husein beserta pengikut-pengikutnya secara turun-temurun kecuali di bulan Ramadhan. Adapun di bulan Ramadhan bacaan ratib itu dibaca sebelum sholat Isya'. Tetapi bagi yang gemar berzikir banyak yang membaca ratib al-Attas ini di waktu pagi dan di waktu sore, sebab di antara kalimat-kalimat yang dizikirkan ada zikir-zikir yang disunnahkan untuk membacanya di waktu pagi dan di waktu sore seperti tertera di dalam hadis-hadis Nabi s.a.w.

Dikatakan oleh Habib Ali bin Hasan al-Attas di dalam kitab al-Qirtas bahawa Habib Umar suka membaca ratibnya secara perlahan tanpa suara, sebab beliau menginginkan bacaan ratibnya itu lebih berkesan di hati yang membacanya dan lebih ikhlas karena Allah. Hal itu sesuai dengan firman Allah:

"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai".(Al A'raf: 205)

Dan firman Allah:

"Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai". 
(Luqman: 19)
Jika ratib al-Attas ini dibaca secara berkelompok, maka hendaklah dibaca dengan suara yang tidak terlalu keras dan tidak terlalu pelan, sesuai dengan firman Allah:

"Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam sholatmu dan janganlah pula selalu merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara keduanya". (Al-Isra': 110)

Ratib Habib Umar

Ratib Habib Umar yang diberi nama Azizul Manal Wa Fathu Bab al-Wisol seperti dikatakan oleh Habib Ali bin Hasan al-Attas di dalam kitab al-Qirtas bagian kedua juz pertama: "Ratib Habib Umar merupakan hadiah yang tertinggi dari Allah bagi umat Islam lewat Habib Umar." Peninggalan beliau yang paling mahal hanyalah ratib yang beliau tinggalkan bagi umat ini. Ratib Habib Umar merupakan wirid yang banyak mendatangkan faedah bagi yang membacanya setiap waktu, terutama bagi yang sedang menghadapi kesulitan. Al-Habib Isa bin Muhammad al-Habsyi mengatakan bahawa Habib Umar banyak sekali menyebutkan akan keutamaan-keutamaan ratib ini. Pernah disebutkan bahawa ketika ada sekelompok orang datang kepada Habib Umar mengeluh kesulitan pencarian dan lamanya musim kemarau yang menimpa kepada mereka selama beberapa waktu. Mereka diperintah membaca Ratib beliau dan dzikir Tauhid. Setelah mereka mengerjakannya, maka dengan berkat bacaan itu, Allah memberi keluasan hidup bagi mereka.

Menurut Syeikh Ali Baras, jika Ratib Habib Umar dibacakan bagi penduduk suatu desa atau bagi suatu keluarga, maka desa itu atau keluarga itu akan dipelihara oleh Allah dengan peliharaan yang amat ketat. Selanjutnya Syeikh Ali berkata: "Pernah aku diceritai oleh sebagian orang bahwa ketika mereka takut menghadapi perampok yang akan menjarah rumah mereka, maka mereka membaca Ratib Habib Umar sehingga rumah mereka tidak sampai dijarah oleh kaum perampok itu meskipun jumlah mereka sebanyak 15 orang".

Kelebihan Ratib Al-Haddad

Cerita-cerita yang dikumpulkan mengenai kelebihan Ratib Al-Haddad banyak tercatat dalam buku Syarah Ratib Al-Haddad, antaranya;

Telah berkata Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Jufri yang bertempat tinggal di Seiyun (Hadhramaut): "Pada suatu masa kami serombongan sedang menuju ke Makkah untuk menunaikan Haji, bahtera kami tidak dapat meneruskan perjalanannya karena tidak ada angin yang menggerakkannya. Maka kami berlabuh di sebuah pantai, lalu kami isikan gerbah-gerbah (tempat isi air terbuat dari kulit) kami dengan air, dan kami pun berangkat berjalan kaki siang dan malam, karena kami bimbang akan ketinggalan Haji. Di suatu perhentian, kami coba meminum air dalam gerbah itu dan kami dapati airnya payau dan asin, lalu kami buang air itu. Kami duduk tidak tahu apa yang mesti hendak dibuat.

Maka saya anjurkan rombongan kami itu untuk membaca Ratib Haddad ini, mudah-mudahan Allah akan memberikan kelapangan dari perkara yang kami hadapi itu. Belum sempat kami selesai membacanya, tiba-tiba kami lihat dari kejauhan sekumpulan orang yang sedang menunggang unta menuju ke tempat kami, kami bergembira sekali. Tetapi bila mereka mendekati kami, kami dapati mereka itu perompak-perompak yang kerap merampas harta-benda orang yang lalu-lalang di situ.

Namun rupanya Allah Ta'ala telah melembutkan hati mereka bila mereka dapati kami berhenti di situ, lalu mereka memberi kami minum dan mengajak kami menunggang unta mereka untuk membawa kami ke tempat sekumpulan kaum Syarif tanpa mengganggu kami sama sekali, dan dari situ kami pun berangkat lagi menuju ke Haji, syukurlah atas bantuan Allah kerana berkat membaca Ratib.

Cerita ini pula diberitakan oleh seorang yang mencintai keturunan Sayyid, katanya: "Sekali waktu saya berangkat dari negeri Ahsa'i menuju ke Hufuf. Di perjalanan itu saya melihat kaum Badwi yang biasanya merampas hak orang yang melintasi perjalanan itu. Saya pun berhenti dan duduk, di mana tempat itu pula saya gariskan tanahnya mengelilingiku dan saya duduk di tengah-tengahnya membaca Ratib ini. Dengan kuasa Allah mereka melintas di hadapanku seperti orang yang tidak melihatku, sedang aku memandang mereka."

Begitu juga pernah terjadi hal semacam itu kepada seorang alim yang mulia, namanya Hasan bin Harun ketika dia keluar bersama-sama teman-temannya dari negerinya di sudut Oman menuju ke Hadhramaut. Di perjalanan mereka berjumpa dengan gerombolan perompak, maka dia menyuruh orang-orang yang bersama-samanya membaca Ratib ini. Alhamdulillah, gerombolan perompak itu tidak mencelakakan siapa pun, malah mereka lalu dengan tidak mengganggu.




Apa yang diberitakan oleh seorang Arif Billah Abdul Wahid bin Subait Az-Zarafi, katanya: Ada seorang penguasa yang ganas yang dikenal dengan nama Tahmas yang juga dikenal dengan nama Nadir Syah. Tahmas ini adalah seorang penguasa ajam yang telah menguasai banyak dari negeri-negeri di sekitarannya. Dia telah menyiapkan tentaranya untuk memerangi negeri Aughan.

Sultan Aughan yang bernama Sulaiman mengutus orang kepada Imam Habib Abdullah Haddad memberitahunya, bahwa Tahmas sedang menyiapkan tentara untuk menyerangnya. Maka Habib Abdullah Haddad mengirim Ratib ini dan menyuruh Sultan Sulaiman dan rakyatnya membacanya. Sultan Sulaiman pun mengamalkan bacaan Ratib ini dan memerintahkan tentaranya dan sekalian rakyatnya untuk membaca Ratib ini dengan bertitah: "Kita tidak akan dapat dikuasai Tahmas karena kita ada benteng yang kuat, yaitu Ratib Haddad ini." Benarlah apa yang dikatakan Sultan Sulaiman itu, bahwa negerinya terlepas dari penyerangan Tahmas dan selamat dari angkara penguasa yang ganas itu dengan sebab berokah Ratib Haddad ini.




Saudara penulis Syarah Ratib Al-Haddad ini yang bernama Abdullah bin Ahmad juga pernah mengalami peristiwa yang sama, iaitu ketika dia berangkat dari negeri Syiher menuju ke bandar Syugrah dengan kapal, tiba-tiba angin berhenti bertiup, lalu kapal itu pun berhenti tidak bergerak lagi. Agak lama kami menunggu namun angin belum juga bertiup. Maka saya mengajak rekan-rekan membaca Ratib ini , maka tidak berapa lama datang angin membawa kapal kami ke tujuannya dengan selamat dengan berkat membaca Ratib ini.




Suatu pengalaman lagi dari Sayyid Awadh Barakat Asy-Syathiri Ba'alawi ketika dia belayar dengan kapal, lalu kapal itu salah jalan sehingga membawa kapalnya kandas di pinggir sebuah batu karang. Ketika itu angin juga berhenti tidak dapat menggerakkan kapal itu keluar dari bahayanya. Kami semua merasa bimbang, lalu kami membaca Ratib ini dengan niat Allah akan menyelamatkan kami. Maka dengan kuasa Allah datanglah angin dan menarik kami keluar dari tempat itu menuju ke tempat tujuan kami.

Maka karena itu saya amalkan membaca Ratib ini. Pada suatu malam saya tertidur sebelum membacanya, lalu saya bermimpi Habib Abdullah Haddad datang mengingatkanku supaya membaca Ratib ini, dan saya pun terbangun dari tidur dan lalu membaca Ratib Haddad itu.




Di antaranya yang diceritakan  oleh Syeikh Allamah Sufi murid Ahmad Asy-Syajjar, yaitu Muhammad bin Rumi Al-Hijazi, dia berkata: "Saya bermimpi seolah-olah saya berada di hadapan Habib Abdullah Haddad, penyusun Ratib ini. Tiba-tiba datang seorang lelaki memohon sesuatu kepada Habib Abdullah Haddad, maka dia  memberikan kepadaku semacam rantai dan sayapun memberikannya kepada orang itu.

Pada hari besoknya, datang kepadaku seorang lelaki dan meminta dariku ijazah (kebenaran guru) untuk membaca Ratib Haddad ini, sebagaimana yang diijazahkan kepadaku oleh guruku Ahmad Asy-Syajjar. Aku pun memberitahu orang itu tentang mimpiku semalam, yakni ketika saya berada di majelis Habib Abdullah Haddad, lalu ada seorang yang datang kepadanya. Kalau begitu, kataku, engkaulah orang itu."

Dari kebiasaan Syeikh Al-Hijazi ini, dia selalu membaca Ratib Haddad ketika saat ketakutan baik di siang hari mahupun malamnya, dan memang jika dapat dibaca pada kedua waktu itulah yang paling utama, sebagaimana yang dipesan oleh penyusun Ratib ini sendiri.

Ada seorang dari kota Quds (Syam) sudah meyakini sendiri tentang banyak kelebihan membaca Ratib ini, dia lalu membuat suatu ruang di sudut rumahnya yang dinamakan Tempat Baca Ratib, di mana dikumpulkan orang untuk mengamalkan bacaan Ratib ini di situ pada waktu siang dan malam.




Di antaranya lagi, apa yang diceritakan oleh Sayyid Ali bin Hassan, penduduk Mirbath, katanya: "Sekali waktu aku tertidur sebelum aku membaca Ratib, aku lalu bermimpi datang kepadaku seorang Malaikat mengatakan kepadaku: "Setiap malam kami para Malaikat berkhidmat buatmu begini dan begitu dari bermacam-macam kebaikan, tetapi pada malam ini kami tidak membuat apa-apa pun karena engkau tidak membaca Ratib. Aku terus terjaga dari tidur lalu segera membaca Ratib Haddad itu.



Setengah kaum Sayyid bercerita tentang pengalamannya: "Jika aku tertidur ketika aku membaca Ratib sebelum aku menghabiskan bacaannya, aku bermimpi melihat berbagai-bagai hal yang mengerikankan, tetapi jika sudah menghabiskan bacaannya, tiada pula bermimpi apa-apa pun."




Di antara yang diberitakan lagi, bahwa seorang pecinta kaum Sayyid, Muhammad bin Ibrahim bin Muhammad Mughairiban yang tinggal di negeri Shai'ar, dia bercerita: "Dari adat kebiasaan Sayyid Habib Zainul Abidin bin Ali bin Sayyid Abdullah Haddad yang selalu aku berkhidmat kepadanya tidak pernah sekalipun meninggalkan bacaan Ratib ini. Tiba-tiba suatu malam kami tertidur pada awal waktu Isya, kami tiada membaca Ratib dan tidak sholat Isya, semua orang termasuk Sayyid Habib Zainul Abidin. Kami tiada terbangun melainkan di waktu pagi, di mana kami dapati sebagian rumah kami terbakar.

Kini tahulah kami bahawa semua itu terjadi karena tidak membaca Ratib ini. Sebab itu kemudiannya kami tidak pernah meninggalkan bacaannya lagi, dan apabila sudah membacanya kami merasa tenteram, tiada sesuatu pun yang akan membahayakan kami, dan kami tidak khawatir lagi terhadap rumah kami, meskipun ia terbuat dari dedaunan korma, dan bila kami tidak membacanya, hati kami tidak tenteram dan selalu kebimbangan."




Saya rasa cukup dengan beberapa cerita yang saya sampaikan di sini mengenai kelebihan Ratib ini dan anda sendiri dapat meneliti bicara yang saya catatkan di sini, sehingga Sayyid Habib Muhammad bin Zain bin Sumait sendiri pernah mengatakan dalam bukunya Ghayatul Qasd Wal Murad, bahawa roh Sayyidina penyusun Ratib ini akan hadir apabila dibaca Ratib ini, dan di sana ada lagi rahasia-rahasia kebatinan yang lain yang dapat dicapai ketika membacanya dan ini adalah mujarab dan benar-benar mujarab, tiada perlu diragukan lagi.

Berkata Habib Alwi bin Ahmad, penulis Syarah Ratib Al-Haddad: "Siapa yang melarang orang membaca Ratib ini dan juga wirid-wirid para salihin, niscaya dia akan ditimpa bencana yang berat daripada Allah Ta'ala, dan hal ini pernah terjadi dan bukan omong-omong kosong."

Berkata Sayyid Habib Muhammad bin Zain bin Sumait Ba'alawi di dalam kitabnya Ghayatul Qasd Wal Murad: Telah berkata Saiyidina Habib Abdullah Haddad: "Sesiapa yang menentang atau membangkang orang yang membaca Ratib kami ini sama dengan secara terang-terangan atau disembunyikan pembangkangannya itu, maka akan mendapat bencana seperti yang ditimpa ke atas orang-orang yang membelakangi zikir dan wirid atau yang lalai hati mereka dari berzikir kepada Allah Ta'ala.

Allah Ta'ala berfirman:
"Dan barangsiapa yang berpaling dari mengingatiKu, maka baginya akan ditakdirkan hidup yang sempit."  ( Thaha: 124 )

Allah berfirman lagi: "Dan barangsiapa yang berpaling dari mengingati Tuhan Pemurah, Kami balakan baginya syaitan yang diambilnya menjadi teman." ( Az-Zukhruf: 36 )

Allah berfirman lagi: "Dan barangsiapa yang berpaling dari mengingai Tuhannya, Kami akan melorongkannya kepada seksa yang menyesakkan nafas." ( Al-Jin: 17)Apa lagi yang hendak diterangkan mengenai Ratib ini untuk mendorong anda supaya melazimkan mengamalkan bacaannya setiap hari, sekurang-kurangnya sehari setiap malam, mudah-mudahan anda akan terbuka hati untuk melakukannya dan mendapat faedah daripada amalan ini.




*Syarif atau Asyraf ialah orang-orang yang berketurunan dari Rasulullah SAW yang juga dikenal dengan Sayyid